Kamis, 29 September 2022

Menjadi Manusia dengan Rasa

Saya sadar dan tahu bahwa kita semua memang terlahir sebagai manusia yang suci dan tidak tahu apa-apa. Layaknya manusia baru pasti tidak mengerti banyak hal pada awal kehidupan. Namun seiring berjalannya waktu, banyak sekali pelajaran  yang didapatkan dari perjalanan hidup. Hal tersebut tentu saja karena ditempa berbagai pengalaman dari setiap episode kehidupan, maka kemudian menyebabkan manusia menjadi beragam. Tentu akan ada saat-saat saya merasa harus belajar banyak hal lagi dan lagi. Ada pula saat-saat saya merasa cukup. Sehingga tidak menutup kemungkinan saya belajar dari yang lebih muda atau ya tentu saja dari yang lebih tua.

Perjalanan hidup memang selalu seru, ada kalanya berjumpa dengan manusia yang hatinya bak malaikat. Sehingga rasa kagum tidak berhenti begitu saja, berganti menjadi inspirasi untuk menjadi manusia yang baik. Hingga akan mencari cara dan mempelajari dengan seksama bagaimana kunci menjadi manusia yang baik. Tentu tak menutup kemungkinan akan bertemu dengan manusia yang sebaliknya. Dimana ada rasa enggan berjumpa kembali kalau bukan urusan yang penting. Entah rasa sakit apa yang ada didalam dada. Tidak ada yang salah sebenarnya, bisa jadi yang salah adalah ekspektasi saya terhadap orang lain.

Sepanjang saya menjalin relasi dengan banyak orang, tidak semua orang baik tapi tidak semua juga jahat. Kadang sebatas saya tidak cocok dengannya padahal dia sebenarnya baik. Atau sebenarnya dia tidak sebaik itu tapi karena saya cocok jadi menerima dengan lapang segala kekurangannya. Sehingga saya menyimpulkan bahwa semua orang pada dasarnya baik, tapi bukan ke saya. Padahal jika saya bertanya lebih dalam, maka selanjutnya akan timbul pertanyaan 'apakah saya layak diperlakukan dengan baik?'

Bukankah perbedaan hobi, pandangan hidup dan lain sebagainya adalah hal yang wajar dalam kehidupan ini? Sehingga hal tersebut mengantarkan kepada kacamata bahwa manusia hidup dengan keragaman yang akhirnya memberi banyak warna, banyak rasa. Tidak sama bukan berarti bermusuhan, kan? Bisa jadi 

Lantas apa yang kemudian digaungkan sebagai manusia rasa manusia? Bagaimana memperlakukan manusia layaknya manusia? Apakah ada yang menganggap manusia bukanlah manusia? Seperti apa yang dimaksud dalam tema semacamnya?

Nyatanya memang tidak semua manusia baik. Ada orang-orang yang dengan tega menjadi jahat hanya karena tujuan tertentu. Ada yang rela menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh istrinya sendiri. Ada yang tega mengusir keponakannya dari rumah sewa demi anaknya bisa tinggal disana. Entah kenapa motif ekonomi sering menjadi alasan orang berbuat jahat. Apakah masalah uang memang menjadikan manusia serakah?

Akhirnya saya pun menyadari bahwa ambisi kita sebagai manusia harus diiringi oleh kemampuan untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Senada dengan ikhtiar yang dijalankan. Jika doa dan usaha tidak beriringan, maka jangan melakukan kejahatan. 

Saya pun akhirnya sadar, hidup sebagai makhluk sosial maka harus siap hidup berdampingan dengan insan lainnya. Kadang menghadapi insan yang satu dengan lainnya tidaklah sama. Bagaimana saya belajar bermain dengan harmonisasi kata. Tentu juga bagaimana merangkai nada bicara agar tak salah. Menjadi manusia rasa manusia adalah impian saya yang tak akan pernah saya kubur begitu saja. Entah bagaimana prosesnya dimana saya harus tetap menghormati orang yang sebenarnya hati saya menolak untuk hormat padanya. Bagaimana caranya saya bisa mempunyai hati seluas samudera untuk memaklumi setiap alfa yang tentu tidak disengaja. Tentu saja yang paling penting bagaimana saya mampu untuk terus bercermin dan memperbaiki diri sendiri.

Maka, untuk menjadi manusia yang penuh rasa cukup dengan memperlakukan orang lain dengan bagaimana diri ini ingin diperlakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Staycation Seru di Bekasi

Saat libur panjang tiba tak jarang aku bingung harus liburan kemana. Mau keluar negeri, budget terbatas. Mau ke liburan ke daerah puncak, ma...